Dari populasi 2,6 juta jiwa, sekitar 389.000 adalah pra remaja dan remaja berusia 10-18 tahun, atau 15 persen dari populasi. Setiap tahun, sekitar lima persen anak perempuan dalam kelompok usia ini hamil. Selain itu, 30 persen anak perempuan dalam kelompok usia ini mengalami gizi buruk. Tingginya angka kehamilan dan tren gizi buruk menyebabkan peningkatan risiko kematian ibu dan bayi, berat badan bayi baru lahir rendah, dan stunting pada masa kanak-kanak.
Tidak mengherankan, Sukabumi menempati peringkat keenam terburuk dalam kematian ibu dan anak dan memiliki angka stunting tertinggi kedua di antara 27 kabupaten di Jawa Barat.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah telah mendirikan pusat pelayanan kesehatan terpadu untuk remaja, yang disebut Posyandu Remaja, di seluruh kabupaten. Namun, inisiatif ini tidak sesuai dengan harapan awal, terutama karena rendahnya kesadaran dan kurangnya keterlibatan di antara kelompok usia sasaran.
Menyadari perlunya intervensi yang ditargetkan, USAID MADANI telah bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil lokal Saba Desa dan forum multi-pemangku kepentingan SIMPONI untuk mengurangi prevalensi pernikahan remaja, yang terkait dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir serta kekurangan gizi.
Bersama SIMPONI, Saba Desa mengadvokasi peningkatan kesadaran akan isu-isu kesehatan reproduksi di kalangan remaja dan pentingnya nutrisi bagi remaja hamil dan ibu muda dengan mengedukasi kelompok remaja, masyarakat, pemerintah desa, dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).
Kabupaten Sukabumi menyambut baik upaya tersebut dan menandatangani perjanjian kemitraan dengan Saba Desa untuk memulai revitalisasi posyandu Remaja terpilih di tiga desa dengan prevalensi kematian ibu dan anak tertinggi. Revitalisasi ini mencakup peningkatan akses ke layanan kesehatan dengan membuka kembali fasilitas dan layanan Posyandu Remaja untuk populasi sasaran, serta mengurangi stunting dan angka kematian ibu dan bayi melalui pendidikan yang lebih baik tentang pernikahan anak, kesehatan, dan gizi.
Pemerintah juga merekomendasikan agar Saba Desa dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sukabumi membuat kelompok kerja untuk meningkatkan koordinasi. Wakil Bupati Sukabumi mengapresiasi upaya Saba Desa dan SIMPONI, dengan menyatakan: “Dengan menghidupkan kembali pusat-pusat pelayanan kesehatan untuk remaja, kita dapat memanfaatkan potensi penuh dari banyak fasilitas yang kurang dimanfaatkan selama bertahun tahun.”
Pada tanggal 23 Februari 2022, Saba Desa melibatkan InstitutAgama Islam Sukabumi (IAIS) untuk memberikan layanan konseling di Posyandu. Sebagai bagian dari program relawan mereka dalam melayani masyarakat, para konselor akan membantu pasien untuk mengatasi kecemasan yang sering muncul selama kehamilan pada usia pra-remaja dan remaja.
Keberhasilan program ini dalam membuka kembali Posyandu Remaja, mengedukasi masyarakat, dan memobilisasi kelompok remaja dan dukungan pemerintah di tiga desa telah membantu Saba Desa untuk mengadvokasi pemerintah untuk revitalisasi semua Posyandu di seluruh kabupaten. Kerja advokasi mereka akhirnya mendapat dukungan lebih lanjut dari pemerintah. Pada tanggal 31 Maret 2022, Bupati Sukabumi mengeluarkan surat edaran yang menyatakan niat pemerintah untuk memperbaiki Posyandu Remaja di 386 desa yang terdapat di 27 kecamatan di wilayah tersebut, menggunakan model yang diprakarsai oleh Sabadesa.
Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah menunjuk Saba Desa dan SIMPONI ke dalam tim yang akan merancang, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi Posyandu ini. Perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, BUMN, dan universitas setempat akan menjadi bagian dari tim tersebut.
Tonggak penting ini menggambarkan dukungan pemerintah daerah untuk mereplikasi dan meningkatkan inovasi lokal Saba Desa dengan dukungan dana penuh dari pemerintah. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) menargetkan peluncuran secara bertahap pada tahun 2022, dengan memprioritaskan desa-desa di 13 kecamatan dengan angka kematian ibu dan stunting tertinggi.