Selama lebih dari tiga dekade, PKBI di Singkawang telah menunjukkan kemampuannya untuk bekerja secara efektif dalam hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Namun, melalui kerja sama dengan MADANI dalam beberapa tahun terakhir, mereka juga telah membangun kepercayaan baru dengan pemerintah kabupaten dalam isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan inklusif.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan bagian utama dari strategi pembangunan Singkawang secara keseluruhan. Namun, organisasi masyarakat sipil (OMS) lokal belum tentu jadi bagian dari strategi tersebut. Sebagai contoh, meskipun terdapat 119 OMS yang terdaftar di kota ini, reputasi mereka di antara kantor-kantor dinas umumnya negatif, sehingga membuat mereka sulit mendapat kepercayaan dari pemerintah. Selain itu, sebagian besar OMS bekerja secara sendiri-sendiri, tidak terorganisir, dan memiliki tata kelola internal yang buruk. Namun, seiring dengan semakin kuatnya keterlibatan mereka dengan pemuda dan kelompok rentan di tingkat akar rumput dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah semakin mengakui bahwa aktor masyarakat sipil merupakan bagian integral dari pembangunan daerah.
Sebagai OMS mitra MADANI sejak tahun 2021, PKBI memahami dengan jelas bahwa satu-satunya cara untuk berpartisipasi secara lebih efektif dalam mengatasi tantangan pembangunan daerah adalah dengan meningkatkan kapasitas, akuntabilitas, dan legitimasi organisasi. Dengan bantuan MADANI, PKBI membentuk Simpul Belajar multipihak, Forum Bersama Rakyat Harmoni (ForBERANI). ForBERANI menyatukan media, akademisi, organisasi masyarakat sipil lainnya, perusahaan, dan pemerintah untuk berkolaborasi dalam menghadapi tantangan pembangunan daerah. Mereka memilih pendidikan inklusi sebagai fokus tematik awal.
Di antara 15 kabupaten di Kalimantan Barat, Singkawang menempati peringkat kedua tertinggi dalam Indeks Pembangunan Manusia setelah ibukota provinsi, Pontianak (72,89 dari skor maksimum 100). Namun, banyak anak di kabupaten ini belum dapat mengakses pendidikan. Masyarakat di kabupaten ini menghadapi berbagai tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan inklusif di Indonesia, seperti kurangnya peraturan daerah dan pendanaan untuk sumber daya manusia dan infrastruktur yang diperlukan. Pada tahun 2021, sebanyak 11.845 anak berusia tujuh hingga 15 tahun tidak dapat menyelesaikan pendidikan di tingkat sekolah dasar atau sekolah menengah pertama.
Bersama dengan PKBI, ForBERANI mengadvokasi sistem pendidikan yang lebih inklusif, khususnya akses pendidikan yang setara bagi semua anak, termasuk anak dengan disabilitas dan masyarakat adat. Pada akhir tahun 2021, ForBERANI mengeluarkan kertas kebijakan yang merekomendasikan penyediaan guru pendamping baru dan ruang belajar khusus, peningkatan pelatihan untuk guru, dan pengembangan prosedur operasi standar dan peta jalan untuk sekolah yang lebih inklusif. Mereka juga mengupayakan solusi lokal untuk membuat sekolah menjadi lebih inklusif dengan melibatkan masyarakat dalam memandu sekolah-sekolah menuju praktik-praktik yang lebih inklusif. H. Bujang Sukri, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Singkawang, mengatakan: “Kami percaya bahwa pendidikan adalah untuk semua anak, dan tidak boleh ada yang tertinggal.” Dr. Sukri melanjutkan: “[Anak-anak] semua memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar belakang mereka.”
Pada Januari 2022, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten bekerja sama dengan PKBI dan ForBERANI menerapkan solusi lokal untuk mengatasi masalah aksesibilitas siswa di dua sekolah dasar negeri dan dua sekolah menengah pertama negeri. Pertama, mereka membentuk kelompok kerja di dalam sekolah, yang melibatkan OMS, akademisi, guru, dan dinas terkait. Pokja ini kemudian mengawasi pelaksanaan program dan melakukan evaluasi secara berkala untuk mengukur kemajuan dan memastikan bahwa pendekatan yang dilakukan mencapai hasil yang diinginkan. Asmadi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Singkawang, mengatakan: “Kami berharap pokja ini dapat mengembangkan rencana kerja yang mendukung inisiatif pendidikan inklusif kami.” Asmadi melanjutkan: “Ini adalah upaya antar lembaga, dan akan lebih dari sekedar menyediakan akses bagi anak-anak penyandang disabilitas, tapi juga bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.”
Pada bulan April 2022, PKBI Singkawang melanjutkan inisiatif inklusivitas mereka dengan membuat survei penanganan pengaduan warga untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah kota tentang masalah-masalah yang terkait dengan pendidikan inklusi dan layanan yang masih perlu ditingkatkan atau yang belum diperluas kepada anak-anak dengan disabilitas. Berbekal hasil survei dan masukan dari pokja, PKBI dan Pemerintah Kota Singkawang meluncurkan Piagam Peningkatan Layanan pada bulan Juni 2022 untuk meningkatkan pendidikan inklusi di empat sekolah negeri terpilih.
Pembelajaran tutor sebaya (peer-to-peer) di antara OMS mitra MADANI telah memainkan peran penting dalam pencapaian penting ini. Piagam ini merupakan hasil langsung dari banyak interaksi dan berbagi pengetahuan antara PKBI di Singkawang dan OMS mitra MADANI di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang telah meluncurkan piagam peningkatan layanan untuk meningkatkan layanan kesehatan primer di sana pada awal tahun ini. Roby Sanjaya, Manajer Program PKBI, memuji proses tersebut: “Kami telah menerima begitu banyak tanggapan positif dan dukungan dari semua pemangku kepentingan yang telah terlibat sejak awal inisiatif ini dimulai.”
Partisipasi dan keterlibatan aktif PKBI dan ForBERANI yang berkelanjutan dengan berbagai pemangku kepentingan di kabupaten mereka menggambarkan bagaimana masyarakat sipil dapat meningkatkan pengetahuan dan kapasitas teknisnya untuk meningkatkan relevansinya dan mengatasi masalah aksesibilitas lokal. Selain itu, peningkatan profesionalisme OMS telah membuat pemerintah daerah memiliki persepsi yang lebih positif terhadap OMS lokal secara umum, dan membuat mereka dipercaya oleh lembaga-lembaga pemerintah sebagai mitra pembangunan yang dapat diandalkan.