BerandaRuang BeritaCerita dari LapanganMADANI Meningkatkan Akses Kesehatan Melalui Pendekatan Tata Kelola Kolaboratif

MADANI Meningkatkan Akses Kesehatan Melalui Pendekatan Tata Kelola Kolaboratif

Feb 20, 2023

Mitra masyarakat sipil USAID MADANI telah memperdalam kolaborasi mereka dengan pemerintah daerah dan mitra sektor swasta dan mendapatkan kepercayaannya.
Peserta Pokja Tata Kelola Kolaboratif Kabupaten Pangkep mengadakan lokakarya untuk mengembangkan strategi dan rencana kerja dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak.

Peserta Pokja Tata Kelola Kolaboratif Kabupaten Pangkep mengadakan lokakarya untuk
mengembangkan strategi dan rencana kerja dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak.

Sebagai hasil dari upaya advokasi yang berkelanjutan, para pemangku kepentingan utama di beberapa wilayah kerja MADANI kini menjadi lebih responsif terhadap rekomendasi organisasi masyarakat sipil (OMS). Di Pangkep, Mitra Utama MADANI, Lembaga Demokrasi Celebes (Lekrac) dan Forum Belajar MABACA (singkatan dari Jujur, Berani, dan Cerdas) telah meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan publik bagi perempuan dan anak-anak prasejahtera.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan prioritas utama Pemerintah Indonesia. Namun demikian, pada tahun 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Pangkep mencapai 33 persen, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 24 persen. Di tahun yang sama, Pangkep juga mencatat beberapa kasus kematian ibu dan anak yang sebenarnya dapat dicegah dengan penanganan yang tepat. Selain itu, penyedia layanan kesehatan sering kali memaksa pasien untuk melengkapi persyaratan administratif yang rumit sebelum menerima layanan, yang dapat mengakibatkan penundaan dan dampak negatif terhadap kesehatan. Lebih buruk lagi, banyak keluarga di Pangkep tidak memiliki asuransi kesehatan.

Program jaminan kesehatan nasional (BPJS) mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat prasejahtera, dengan menggunakan sistem subsidi silang. Namun, temuan dari pemantauan kolaboratif berbagai pemangku kepentingan mengungkapkan bahwa beberapa keluarga berpenghasilan rendah di Pangkep tidak mendapatkan subsidi karena registrasi penduduk setempat tidak mengklasifikasikan mereka secara tepat. Padahal, keluarga-keluarga ini berpenghasilan kurang dari atau sama dengan 15 ribu Rupiah per hari – garis batas prasejahtera regional – dan tidak mampu untuk membayar cicilan bulanan BPJS.

Sejak tahun 2021, Lekrac, MABACA, dan pemangku kepentingan lainnya telah bekerja sama untuk meningkatkan akses layanan kesehatan masyarakat melalui Pokja Kolaboratif Desa Sehat (PKDS) yang dipimpin oleh warga. Merefleksikan kolaborasi ini, Hj. Herlina Hj. Herlina, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, berkomentar: “Kami berkomitmen untuk melibatkan semua pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah stunting dan KIA di kabupaten ini.”

Dengan menyatukan pemerintah desa, kantor dinas, kelompok perempuan dan pemuda, perusahaan, dan pusat layanan kesehatan, PKDS bertujuan untuk menciptakan solusi berbasis konsensus terhadap tantangan kesehatan ibu dan anak. Melalui PKDS, para relawan memberikan dukungan kepada ibu hamil, membantu mereka untuk mendapatkan perawatan di Puskesmas. Selain itu, PKDS membangun kepercayaan dan memperkuat kerja sama di antara para pemangku kepentingan dan mengoptimalkan peran masyarakat sipil dalam mengatasi tantangan pembangunan.

Perwakilan dari Lekrac dan Baznas Pangkep bertukar pikiran tentang opsi untuk menutupitunggakan biaya BPJS untuk rumah tangga prasejahtera yang belum terdaftar - sebagai tindak lanjut dari MoU pada tanggal 8 Agustus 2022.

Perwakilan dari Lekrac dan Baznas Pangkep bertukar pikiran tentang opsi untuk menutupi
tunggakan biaya BPJS untuk rumah tangga prasejahtera yang belum terdaftar – sebagai tindak lanjutdari MoU pada tanggal 8 Agustus 2022.

Pada tanggal 8 Agustus 2022, Lekrac, MABACA, dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) cabang Pangkep, menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten dan pemerintah desa. Dalam nota kesepahaman tersebut, Baznas sepakat untuk meningkatkan akses rumah tangga prasejahtera ke layanan kesehatan publik dengan menanggung tunggakan iuran BPJS: “Bantuan ini masuk dalam rencana kerja tahunan kami,” ujar Usman Amin, Komisioner Baznas Pangkep. Amin melanjutkan: “Kami ingin membantu mengatasi tunggakan BPJS yang selama ini menjadi batu sandungan bagi keluarga prasejahtera dalam mengakses layanan kesehatan.” Namun, agar rencana ini berhasil, Baznas membutuhkan data kependudukan yang lebih baik dan akurat.

Menanggapi hal ini, OMS mitra MADANI, bekerja sama dengan pemerintah desa, mengerahkan sebuah tim untuk mengumpulkan data tambahan di tingkat masyarakat. Tim tersebut mengidentifikasi 31 rumah tangga di dua lokasi utama intervensi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan Baznas
- rumah tangga prasejahtera yang tidak tercatat dalam sistem BPJS tetapi yang seharusnya menerima program subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pendekatan ini dimaksudkan sebagai langkah sementara hingga pemerintah daerah memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar penduduk yang baru teridentifikasi tadi terdaftar ke dalam program subsidi PBI dari BPJS.

Pengalaman kelompok kerja tata kelola kolaboratif menunjukkan bahwa masalah kesehatan hanya dapat diselesaikan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevan. Pendekatan ini meningkatkan kerja sama tim, komunikasi vertikal dan horizontal, dan waktu tanggap seluruh lembaga pemerintah. Selain itu, pengalaman kelompok kerja ini juga menggambarkan pentingnya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil, dan bagaimana pemerintah memainkan peran penting dalam menciptakan ruang untuk kolaborasi tersebut.

Unduh di sini