Model desa inklusif adalah salah satu prioritas utama Pemerintah Indonesia untuk pemanfaatan Dana Desa, sebuah program nasional yang berperan penting dalam membangun desa dengan memperkuat ekonomi lokal dan kesejahteraan penduduk desa. Model desa inklusif mengajak kelompok rentan dan terpinggirkan – seperti perempuan, lansia, penyandang disabilitas, masyarakat prasejahtera, dan pemuda – untuk mengambil peran aktif, sebagai bagian dari pendekatan partisipatif dalam pembangunan desa.
Namun, kurangnya peraturan yang jelas terkait dengan Dana Desa sering mengakibatkan penggunaan sumber daya tersebut tidak efsien, melemahkan kemampuan desa untuk mendorong pertumbuhan inklusif, mengurangi kemiskinan, dan memerangi ketidaksetaraan di daerah pedesaan. Advokasi Wallacea dan Simpul Belajar untuk mendorong desa yang lebih inklusif didasarkan pada hasil survei persepsi warga yang mereka lakukan tentang bagaimana Dana Desa dikelola di Luwu Utara. Temuan awal menunjukkan bahwa pemerintah desa menggunakan 80 persen dari anggaran untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan. Namun,anggaran tersebut mengabaikan kebutuhan kelompok rentan dan marjinal karena mereka tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penganggaran, atau diskusi publik terkait rencana kerja desa.
Pada Februari 2022, Wallacea dan Simpul Belajar menyampaikan ringkasan kebijakan tentang perlunya pengelolaan Dana Desa yang lebih inklusif kepada Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda). Ringkasan kebijakan tersebut, di antaranya mengadvokasi untuk memasukkan kelompok rentan dan terpinggirkan ke dalam alokasi dan penggunaan Dana Desa oleh pemerintah kabupaten, serta pemantauan dan evaluasi partisipatif tentang bagaimana dana tersebut dibelanjakan. Bersamaan dengan itu, anggota Forum Belajar meluncurkan kampanye publik tentang masalah ini untuk memastikan bahwa Pemerintah Luwu Utara menanggapi rekomendasi tersebut.
Wakil Bupati Luwu Utara kemudian bertindak dengan meminta Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) setempat untuk bekerja sama dengan instansi lain dan Forum Belajar untuk mendirikan lokasi percontohan di tiga desa. Program ini kemudian mendapat dorongan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Bupati No. 188/2022 untuk membentuk “desa inklusif” percontohan. “Kami ingin melibatkan masyarakat, terutama kelompok rentan, dalam menyusun peraturan sebagai bagian dari proses pembangunan,” kata Alauddin Sukri dari Bappeda Luwu Utara.
Ketiga desa menindaklanjuti keputusan tersebut dan mengeluarkan peraturan pendukung (Perdes) untuk menetapkan tindakan yang diperlukan, di antaranya memperbarui data penduduk setempat, mengalokasikan dana untuk kelompok rentan dan terpinggirkan, dan melibatkan kelompok-kelompok ini dalam proses perencanaan desa.
Pada Agustus 2022, pemerintah di desa percontohan mengeluarkan keputusan tentang perumusan gugus tugas tata kelola kolaboratif, yang disebut FPKR (Forum Peduli Kelompok Rentan). FPKR, yang terdiri dari anggota masyarakat lokal dari kelompok rentan dan terpinggirkan dan OMS yang berfokus pada kesejahteraan kelompok ini dan mewakili suara mereka selama audiensi publik di desa, mempromosikan pendekatan yang lebih partisipatif terhadap proses penyusunan rencana kerja desa dan mendesak pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam membuat keputusan terkait kesejahteraan masyarakat. Ketika program ini sudah berjalan, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) cabang kabupaten melobi pemerintah desa untuk mengizinkan keterlibatan penyandang disabilitas dalam audiensi publik Rencana Kerja Pemerintah Desa, yang dilakukan untuk Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) pada Mei 2023.
Wallacea juga meningkatkan kapasitas anggota FPKR untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan desa. Mereka menyelenggarakan lokakarya tentang bagaimana mengembangkan peraturan desa melalui pendekatan partisipatif berbasis masyarakat. Keahlian baru ini menjadi modal yang berharga bagi anggota masyarakat dan perwakilan OMS lokal untuk menyusun peraturan di masa depan dengan melibatkan kelompok rentan, sebagai upaya untuk menciptakan desa yang inklusif.
Salah satu lokasi percontohan, Desa Pincara, telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. FPKR desa aktif mengambil bagian dalam perencanaan dan pengawasan proses alokasi Dana Desa tahun 2023. Gugus tugas ini juga membantu pemerintah daerah menegakkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan dan penggunaan Dana Desa. Pekerjaan mereka membuahkan hasil positif: misalnya, kantor desa sekarang memiliki rampa dan tangga yang lebih lebar untuk meningkatkan aksesibilitas.
Desa-desa lain kemudian mengetahui hasil dari solusi lokal MADANI di Luwu Utara dan telah menyatakan keinginan mereka untuk mereplikasi pendekatan tersebut untuk desa mereka. Bupati Luwu Utara, Ibu Indah Putri Indriani, memuji program desa inklusif dan berkomitmen untuk mereplikasi pendekatan ini ke desa-desa lain. Selain mempromosikan program ini, pemerintah kabupaten juga berupaya membuat kerangka hukum untuk mendukung perluasan tersebut. Selama Festival Inovasi OMS pada Juni 2023, yang diselenggarakan oleh Wallacea dan Lamaranginang, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memberikan hibah kepada Asosiasi Penyandang Disabilitas Luwu Utara – ini menunjukkan peningkatan kemampuan OMS dalam mendapatkan pendanaan untuk memperkuat inklusivitas.
Wallacea dan forum multipihak di Luwu Utara akan melanjutkan upaya mereka untuk memastikan bahwa fasilitas milik desa lebih mudah diakses oleh warganya. Pendekatan partisipatif mereka terhadap program desa inklusif ini telah memperkuat keyakinan pemerintah daerah terhadap masyarakat sipil sebagai mitra pembangunan yang dapat dipercaya dalam mendukung program pemerintah.